.quickedit{ display:none; }

15 Juni 2012

Resume Akuntansi Inflasi


AKUNTANSI  INFLASI

A.       INFLASI
1.        Pengertian Inflasi
Dalam ilmu ekonomi, inflasi adalah suatu proses meningkatnya harga-harga secara umum dan terus-menerus (kontinu) berkaitan dengan mekanisme pasar yang dapat disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain, konsumsi masyarakat yang meningkat, berlebihnya likuiditas di pasar yang memicu konsumsi atau bahkan spekulasi, sampai termasuk juga akibat adanya ketidak lancaran distribusi barang.
Dengan kata lain, inflasi juga merupakan proses menurunnya nilai mata uang secara kontinu. Inflasi adalah proses dari suatu peristiwa, bukan tinggi-rendahnya tingkat harga. Artinya, tingkat harga yang dianggap tinggi belum tentu menunjukan inflasi. Inflasi adalah indikator untuk melihat tingkat perubahan, dan dianggap terjadi jika proses kenaikan harga berlangsung secara terus-menerus dan saling pengaruh-memengaruhi. Istilah inflasi juga digunakan untuk mengartikan peningkatan persediaan uang yang kadangkala dilihat sebagai penyebab meningkatnya harga.

2.    Penyebab Inflasi

Inflasi dapat disebabkan oleh dua hal, yaitu:

a.    Tarikan permintaan (kelebihan likuiditas/uang/alat tukar)
      Inflasi tarikan permintaan (Ingg: demand pull inflation) terjadi akibat adanya permintaan total yang berlebihan dimana biasanya dipicu oleh membanjirnya likuiditas di pasar sehingga terjadi permintaan yang tinggi dan memicu perubahan pada tingkat harga. Bertambahnya volume alat tukar atau likuiditas yang terkait dengan permintaan terhadap barang dan jasa mengakibatkan bertambahnya permintaan terhadap faktor-faktor produksi tersebut.

b.    Desakan(tekanan) produksi dan/atau distribusi (kurangnya produksi (product or service) dan/atau juga termasuk kurangnya distribusi).
Inflasi desakan biaya (Ingg: cost push inflation) terjadi akibat adanya kelangkaan produksi dan/atau juga termasuk adanya kelangkaan distribusi, walau permintaan secara umum tidak ada perubahan yang meningkat secara signifikan. Adanya ketidak-lancaran aliran distribusi ini atau berkurangnya produksi yang tersedia dari rata-rata permintaan normal dapat memicu kenaikan harga sesuai dengan berlakunya hukum permintaan-penawaran, atau juga karena terbentuknya posisi nilai keekonomian yang baru terhadap produk tersebut akibat pola atau skala distribusi yang baru.

Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya inflasi adalah sebagai berikut:
·       Tingkat pengeluaran agregat yang melebihi kemampuan perusahaan untuk menghasilkan barang dan jasa
·       Tuntutan kenaikan upah dari pekerja.
·       Kenaikan harga barang impor
·       Penambahan penawaran uang dengan cara mencetak uang baru
·       Kekacauan politik dan ekonomi seperti yang pernah terjadi di Indonesia tahun 1998 akibatnya angka inflasi mencapai 70%
·        
             3.  Jenis-jenis Inflasi

          Berdasarkan asalnya, inflasi dapat digolongkan menjadi dua, yaitu:

·      Inflasi yang berasal dari dalam negeri
Inflasi berasal dari dalam negeri misalnya terjadi akibat terjadinya defisit anggaran belanja yang dibiayai dengan cara mencetak uang baru dan gagalnya pasar yang berakibat harga bahan makanan menjadi mahal.
·      Inflasi yang berasal dari luar negeri
Inflasi dari luar negeri adalah inflasi yang terjadi sebagai akibat naiknya harga barang impor. Hal ini bisa terjadi akibat biaya produksi barang di luar negeri tinggi atau adanya kenaikan tarif impor barang.


Besar cakupan pengaruhnya terhadap harga inflasi dapat dibedakan

·      Inflasi Tertutup
Inflasi ini terjadi jika kenaikan harga hanya terjadi pada satu atau dua barang tertentu.
·      Inflasi Terbuka
Inflasi ini terjadi apabila kenaikan harga terjadi secara pada semua barang secara umum.
·      Inflasi Tak Terkendali
Apabila serangan inflasi demikian hebatnya sehingga setiap saat harga-harga terus berubah dan meningkat sehingga orang tidak dapat menahan uang lebih lama disebabkan nilai uang terus merosot.


Berdasarkan Tingkat Keparahannya Inflasi dapat dibedakan Menjadi
·      Inflasi ringan (kurang dari 10% / tahun)
·      Inflasi sedang (antara 10% sampai 30% / tahun)
·      Inflasi berat (antara 30% sampai 100% / tahun)
·      Hiperinflasi (lebih dari 100% / tahun)

4. Dampak-dampak Inflasi

    Dampak Positif

·       Peredaran / perputaran barang lebih cepat.
·       Produksi barang-barang bertambah, karena keuntungan pengusaha bertambah
·       Kesempatan kerja bertambah, karena terjadi tambahan investasi.
·       Pendapatan nominal bertambah, tetapi riil berkurang, karena kenaikan pendapatan  kecil



Dampak Negatif
·                         Harga barang-barang dan jasa naik.
·                         Nilai dan kepercayaan terhadap uang akan turun atau berkurang.
·                         Menimbulkan tindakan spekulasi.
·                         Banyak proyek pembangunan macet atau terlantar.
·                         Kesadaran menabung masyarakat berkurang.

Pihak-pihak yang diuntungkan dari Inflasi
a.  Parapengusaha, yang pada saat sebelum terjadinya inflasi, telah memiliki stock/persediaan produksi barang yang siap dijual dalam jumlah besar.
b. Para pedagang, yang dengan terjadinya inflasi menggunakan kesempatan memainkan harga barang. Cara yang dipakai adalah dengan menaikkan harga, karena ingin mendapatkan laba/keuntungan yang besar.
c.  Para spekulan, yaitu orang-orang atau badan usaha yang mengadakan spekulasi, dengan cara menimbun barang sebanyak-banyaknya sebelum terjadinya inflasi dan menjualnya kembali pada saat inflasi terjadi, sehingga terjadinya kenaikan harga sangat menguntungkan mereka.
d. Para peminjam, karena pinjaman telah diambil sebelum harga barang-barang naik,sehingga nilai riil-nya lebih tinggi daripada sesudah inflasi terjadi, tetapi peminjam membayar kembali tetap sesuai dengan perjanjian yang dibuat sebelum terjadi inflasi. Misalnya, para pengambil kredit KPR BTN sebelum inflasi yang mengakibatkan harga bahan bangunan dan rumah KPR BTN naik, sedangkan jumlah angsuran yang harus dibayar kepada BTN tetap tidak ikut dinaikkan. 

Pihak-pihak yang dirugikan dari Inflasi
a.   Para konsumen, karena harus membayar lebih mahal,sehingga barang yang diperoleh lebih sedikit jika dibandingkan dengan sebelum terjadinya inflasi.
b.  Mereka yang berpenghasilan tetap, karena dengan penghasilan tetap, naiknya harga barang-barang dan jasa, mengakibatkan jumlah barang-barang dan jasa yang dapat dibeli menjadi lebih sedikit, sehingga pendapatan riil/nyata berkurang, sedangkan kenaikan penghasilan atau pendapatan pada saat terjadi inflasi sulit diharapkan.
c.  Para pemborong atau kontraktor, karena harus mengeluarkan tambahan biaya agar dapat menutup pengeluaran-pengeluaran yang diakibatkan terjadinya inflasi dan mengakibatkan berkurangnya keuntungan yang diperoleh dari proyek yang dikerjakan
d.  Para pemberi pinjaman/kreditor, karena nilai riil dari pinjaman yang telah diberikan menjadi lebih kecil sebagai akibat terjadinya inflasi. Misalnya, sebelum inflasi, pinjaman Rp 500.000,00 = 25 gram emas, sesudah inflasi = 20 gram emas.
e.   Para penabung, karena pada saat inflasi bunga yang diperoleh dari tabungan dirasakan lebih kecil jika dibandingkan dengan kenaikan harga yang terjadi. Di samping itu akibat naiknya harga barang-barang dan jasa, nilai uang yang ditabung menjadi lebih rendah/turun, jika dibandingkan dengan sebelum terjadi inflasi.

5.    Prinsip Dasar Akuntansi
Dunia usaha pada umumnya selalu mendasarkan diri pada historical cost yaitu asumsi adanya stable monetary unit yang mengakibatkan semua transaksi yang terjadi dicatat atas dasar nilai historis atau nilai yang didapat saat terjadi transaksi. Di sisi lain disadari pula bahwa stable monetary unit tersebut pada kenyataannya tidak ada, apalagi pada Negara yang menganut ekonomi terbuka seperti Indonesia. Penggunaan nilai historis dalam akuntansi finansial disebabkan karena beberapa alasan:
1.    Relevan dalam pembuatan keputusan ekonomi. Bagi manajer dalam membuat keputusan masa depan diperlukan data transaksi masa lalu.
2.    Nilai historis yang berdasarkan data obyektif dapat dipercaya, dapat diaudit dan lebih sulit untuk memanipulasi bila dibandingkan dengan nilai yang lain seperti current cost ataupun replacement cost.
3.    Karena telah disepakati berlakunya prinsip akuntansi pada penggunaan nilai historis memudahkan untuk melakukan perbandingan baik antara industri maupun antar waktu untuk suatu industri.

Kelemahan penggunaan nilai historis antara lain:

1.    Adanya pembebanan biaya yang terlalu kecil karena pendapatan untu suatu hal tertentu pada saat tertentu akan dibebani biaya yang didasarkan pada suatu nilai uang yang telah ditetapkan beberapa periode yang lalu pada saat pencatatannya terjadinya biaya tersebut.
2.    Nilai aktiva yang dicatat dalam neraca akan mempunyai nilai yang lebih rendah apabila dibandingkan dengan perkembangan harga daya beli uang terakhir. Di samping itu juga terjadi perubahan-perubahan kurs yang cepat atas aktiva dan passiva dalam valuta asing yang dikuasai perusahaan sehingga mengalami kesulitan dalam perhitungan selisih kurs yang tepat.
3.    Alokasi biaya untuk depresiasi, amortisasi akan dibebankan terlalu kecil dan mengakibatkan laba dihitung terlalu besar.
4.    Laba/rugi yang terjadi yang dihasilkan oleh perhitungan laba/rugi yang didasarkan pada asumsi adanya stable monetary unit tersebut tidaklahlah riil apabila diukur dengan perkembangan daya beli uang yang sedang berlangsung.
5.    Adanya stable monetary. Perusahaan tidak akan mempertahankan real capitalnya dan ada kecenderungan terjadinya kanibalisme terhadap modal sehubungan dengan pembayaran pajak perseroan dan pembagian laba yang lebih besar daripada
semestinya.
6.    Menyalahi mathematical principle karena berbagai himpunan yang tidak sama
dijumlahkan menjadi satu.
7.    Di samping hal-hal di atas akan timbul kesulitan-kesulitan bagi manajemen perusahaan apabila harus mendasarkan pada laporan akuntansi yang disusun atas dasar asumsi.


Beberapa prinsip yang berkaitan dengan pengukuran di luar historical cost yaitu:

1.    Stable Monetary Unit, merupakan salah satu prinsip dasar akuntansi yang menyatakan bahwa kesatuan moneter itu dianggap stabil. Nilai uang yang ditetapkan dari pos-pos laporan keuangan misalnya, kas, piutang, atau utang atau kewajiban lainnya. Pos ini memiliki angka dan jumlah nilai uangnya yang tetap itulah yang akan ditagih, dibayar dimasa yang akan datang tanpa ada perubahan (Harahap, 2001).
2.       Conseratism, merupakan prinsip di mana nilai yang dicantumkan dalam laporan keuangan adalah nilai yang terbesar risiko ruginya, mencatat indikasi rugi, walaupun belum terjadi dan tidak mencatat indikasi laba yang belum terealisasi. Prinsip ini dinilai melahirkan situasi di aman informasi yang disajikan dalam laporan keuangan tidak menggambarkan keadaan yang sebenarnya dan tidak sesuai dengan kenyatan sehingga mulai dinilai kurang bermanfaat bagi para pemakainya.


Keterangan dan Kririk terhadap Prinsip Akuntansi

Keterbatasan laporan keuangan menurut PAI (1991) didalam Harahap (2002) adalah sebagai berikut:

1.   Laporan keuangan bersifat historis, yaitu merupakan laporan atas kejadian yang telah lewat. Oleh karena itu, laporan keuangan tidak dapat dianggap sebagai satu-satunya sumber informasi dalam proses pengambilan keputusan ekonomi.
2.     Laporan keuangan bersifat umum dan bukan dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan pihak tertentu.
3.   Proses penyusunan laporan keuangan tidak luput dari penggunaan taksiran dan berbagai pertimbangan.
4.  Akuntansi hanya melaporkan informasi yang material. Demikian pula penerapan prinsip akuntansi terhadap suatu fakta atau pos tertentu mungkin tidak dilaksanakan jika hal itu tidak menimbulkan pengaruh yang material terhadap kelayakan laporan keuangan.
5.  Laporan keuangan bersifat konservatif dalam menghadapi ketidakpastian; bila terdapat beberapa kemungkinan kesimpulan yang tidak pasti mengenai penilaian suatu pos lazimnya dipilih alternatif yang menghasilkan laba bersih atau nilai aktiva yang paling kecil.
6.   Laporan keuangan lebih menekankan pada makna ekonomis suatu peristiwa/transaksi daripada bentuk hukumnya (formalitas) (substance overform).
7.     Laporan keuang disusun dengan menggunakan istilah-istilah teknis dan pemakai laporan diasumsikan memahami bahasa teknis akuntansi dan sifat dari informasi yang dilaporkan.
8.  Adanya berbagai alternatif metode akuntansi yang dapat digunakan menimbulkan variasi dalam pengukuran sumber-sumber ekonomi dan tingkat kesuksesan antarperusahaan.
9.       Informasi yang bersifat kualitatif dan fakta yang tidak dapat dikuantifikasikan umumnya diabaikan.

Kritik terhadap Stable Monetary Unit

Inflasi yang terjadi di suatu negara akan membawa dampak terhadap laporan keuangan yang disajikan karena informasi yang ada menjadi tidak relevan dan tidak sesuai dengan keadaan pasar yang ssungguhnya. Karena tidak ada negara di dunia ini yang pernah kita dengar nilai valutanya stabil. Di setiap negara akan mengalami tingkat inflasi yang berbeda-beda, ini menunjukkan bahwa prinsip stable monetary unit hanya dalam asumsi tidak pernah ditemukan dalam kenyataan. Prinsip ini adalah untuk memudahkan perumusan teori dan asumsi akuntansi keuangan.
Kritik terhadap Conservatisme

Harahap (1996) mengungkapkan keadaan di mana aset dan kewajiban dalam konteks ketidaakpastian yang tinggi memungkinkan timbulnya kesalahan dalam pengukuran, misalnya mengarah pada pelaporan laba bersih dan net asset yang lebih rendah. Situasi seperti ini melahirkan prinsip konservatisme, misalnya prinsip yang mengatur agar persediaan harus dinilai berdasarkan lower of cost or market (LOCOM) dan kerugian yang ada akibat komitmen pembelian harus diakui dalam persediaan. Jadi bila dilihat dalam penggunaannya prinsip LOCOM sebenarnya bertentangan dengan orinsip historical cost, tetapi prinsip ini masih diperlukan untuk taksiran nilai residu, penaksiran umur aset dan penilai persediaan.


Dalam prinsip akuntansi terdapat juga dasar pengukuran yang dapat digunakan dalam laporan keuangan di luar historical cost. Metode yang digunakan menurut APB Statement No. 4 (AICPA, 1970) yaitu sebagai berikut.

1.    Current purchase exchange, yaitu harga pertukaran pembelian sekarang digunakan misalnya dalam praktik metode penilaian persediaan nilai yang terendah dari harga pokok dan harga pasar (LOCOM).
2.    Current sale exchange, yaitu harga penjualan pertukaran sekarang yang dapat digunakan misalnya dalam mengukur barang jenis logam yang memilki harga stabil yang tetap yang tidak begitu saja ada biaya pemasarannya.
3.    Future exchange, yaitu harga didasarkan pada pertukaran di masa yang akan datang. Digunakan misalnya untuk menaksir biaya yang akan datnag jika hasil diakui berdasarkan persentase siap.

Sementara itu, Trueblood Commitee (1973) mengemukakan tentang current cost sebagai berikut.

1.       Exit Value
Penilaian ini berdasarkan jumlah yang akan diterima atau dibayarkan sekarang sebagai akibat dari tindaka likuidasi.
2.       Current Replacement Cost
Dinilai berdasarkan harga aset dan kewajiban sekarang yang dimiliki kapasitas san kemampuan jasa yang sama.
3.       Discounted Cash Flow
Dalam metode ini aset dan kewajiban (atau perusahaan secara menyeluruh) dinilai dengan cara mendiskontokan seluruh arus kas yang diharapkan pada tingkat tertentu yang menggambarkan nilai waktu (time value) dan resiko.


6.    Akuntansi Inflasi

Metode yang digunakan dalam akuntansi inflasi ini sama dengan metode penentuan laba. Penekanan penentuan laba adalah pada nilai laba yang lebih relevan yang digambarkan oleh laporan keuangan, sedangkan inflasi nilai semua item yang terdapat dalam laporan keuangan. Untuk menyusun laporan keuangan pada masa inflasi agar lebih relevan dapat digunakan beberapa metode. Sebelum kita sampai ke sana, kita bahas dulu beberapa metode pengukuran. Metode pengukuran aktiva dan kewajiban dapat dibagi (Jhonson, 1977) sebagai berikut.


1.       The entry value system dari harga umum yang terdiri dari:
a.       Historical cost
b.      General price level
c.       Replacemet cost
d.      Reproduction cost
2.       The exit value system harga pasar atau current market value yang terdiri dari:
a.       Net realizable value
b.      Selling price
c.       Expected value

Metode yang digunakan dalam akuntansi inflasi ini sama dengan metode penentuan laba. Penekanan penentuan laba adalah pada nilai laba yang lebih relavan yang digambarkan oleh laporan keuangan, sedangkan inflasi nilai semua item yang terdapat dalam laporan keuangan. Untuk menyusun laporan keuangan pada masa inflasi agar lebih relevan dapat digunakan beberapa metode, yaitu :
  1. General Price Level
Dalam metode General Price Level misalnya metode historical cost disesuaikan dengan perubahan tingkat harga sehingga pada masa inflasi GPL ini lebih besar daripada nilai historical cost. Di Indonesia, General Price Level accounting dikenal sebagai Akuntansi tingkat harga umum menyatakan bahwa nilai sesungguhnya dari Rupiah (disingkat Rp) ditentukan oleh barang atau jasa yang dapat diperoleh, yang biasa disebut daya beli. Akuntansi tingkat harga umum akan mengadakan penyajian kembali komponen-komponen laporan keuangan ke dalam Rupiah pada tingkat daya beli yang sama, namun sama sekali tidak mengubah prinsip-prinsip akuntansi yang digunakan dalam akuntansi berdasarkan nilai histories.
Dalam penyusunan berdasarkan tingkat harga umum perlu diperhatikan pos-pos yang akan terpengaruh dengan adanya penurunan daya beli Rupiah, yaitu:

1. Monetery assets, seperti kas ditangan, surat-surat berharga, dan pos-pos piutang dan lain-  lain yang sifatnya sebagai dormant account akan mengalami pengaruh penurunan daya beli secara berarti karena rekening-rekening tersebut tidak dapat lagi dinilai (di-appraisal)

2. Non monetary assets secara riil tidak mengalami pengaruh penurunan daya beli, tetapi dari sudut akuntansi merupakan pos yang terkena pengaruh penurunan harga beli. Akan tetapi hal tersebut tidak menjadi masalah yang serius karena rekening-rekenig tersebut dapatdinilai.

3. Assets dalam bentuk valuta asing tidak dipengaruhi oleh penurunan daya beli Rupiah karena dapat dinilai dengan kurs yang terakhir.

Keuntungan GPL adalah sebagai berikut :
·       Dapat menjelaskan pengaruh inflasi pada perusahaan
·       Dapat meningkatkan kegunaan perbandingan laporan antar periode
·       Membantu pemakai laporan menilai arus kas dimasa yang akan datang secara lebih baik
·       Memperbaiki tingkat kepercayaan rasio laporan keuangan yang dihitung dari angka-angka laporan keuangan yang sudah disesuaikan.
Kelemahan GPL adalah sebagai berikut :
·       Inflasi itu terjadi pada barang yang berbeda dan perusahaan yang berbeda jadi tidak bisa    disamaratakan.
·      GPL tidak bermakna bagi perusahaan.
·      Angka yang disesuaikan tidak menggambarkan arus kas.
·      Rasio itu adalah indikator mentah.
Beberapa peraturan yang dikeluarkan oleh Financial Accounting Standard Board (FASB) di USA juga masih tidak memberikan kepastian mengenai perlu tidaknya penggunaan general price-level accounting, diantaranya:
·         Statement no.33 yang mengharuskan beberapa perusahaan tertentu untuk menyajikan informasi tambahan dengan menggunakan general price-level accounting dan current cost accounting.
·         Statement no.89 menyatakan bahwa informasi tambahan dengan general price- level accounting dan current cost accounting sebaiknya disajikan tetapi tidak diharuskan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan di Indonesia bahwa informasi tambahan antara lain mengenai pengungkapan pengaruh perubahan harga bersifat tidak mengikat.

  1. Current Cost Accounting
Menurut Edgar Edwards dan Philips Bell (1961) merupakan tokoh yang paling gencar konsep CCA ini. Menurut merka yang dibutuhkan oleh manajer adalah bagaimana mereka mengalokasikan sumber-sumber ekonomi yang ada. Berikut ini adalah beberapa bentuk current cost :
a.    Replacement cost adalah nilai yang diukur saat ini (current cost) untuk mendapatkan aktiva baru atau menggantinya dengan kapasitas produksinya yang sama. Dalam praktik nilai ganti ini hanya diterapkan pada aktiva nonmoneter, sepertinya persediaan, aktiva tetap. Aktiva tetap disajiakan menurut nilai gantinya, nilai bersih setelah digambarkan nilai yang sudah dipakai. Penyusutan dihitung berdasarkan pada nilai ganti itu. Pada masa inflasi sering terjadi backlog depreciation atau penyusutan yang bersaldo negatif. Dalam penyajiannya hutang ini harus disajikan nilai diskontonya. Pada masa inflasi nilai dari replacement value ini lebih besar dari general price level.
Metode ini dikritik dalam hal :
·       Subjektivitas penilaian atau taksiran harganya sehingga angka-angka yang timbul tidak didasarkan pada transaksi yang sebenarnya.
·       Dalam hal harga suatu aktiva menurun maka penurunan itu akan menimbulkan pembebanan ke laba rugi (misalnya penyusutan dan harga pokok produksi) lebih rendah dari beban pada historical cost. Akhirnya income akan lebih tinggi dari historical cost.
·       Perubahan harga umum tidak tergambar dalam metode replacement cost ini, karena hanya untuk aktiva tertentu. Oleh karenanya metode replacement cost ini dianggap bukan merupakan metode akuntansi inflasi
·       Sukar melakukan perbandingan antar perusahaan yang saling berbeda.

Walaupun ada kritik ini, sebagai pihak menganggap bahwa metode ini paling mudah diterapkan dalam akuntansi inflasi.

·       Reproduction cost adalah istilah lain yang hampir sama dengan replacement cost ini. Disini harga itu diukur berdasarkan harga sekarang jika aktiva itu dibuat atau diduplikasi seperti barang yang dimiliki itu tanpa melihat perubahan teknologi yang mungkin mempengaruhi aktiva yang dibuat itu.
·       Net Realizable Value adalah Harga pasar sekarang adalah harga atau kas yang di peroleh jika suatu aktiva dijual sekarang. Namun, harga ini didasarkan pada prinsip likuidasi bukan prinsip going concern sehingga menyalahi prinsip akuntansi. Salah satu metode current market value ini adalah net realizable value. NRV merupakan harga jual dikurangi taksiran biaya penjulan. Pada masa inflasi nilai dari net relizable value ini lebih besar dari replacement cost karena manajemen tidak mungkin menjual barangnya tanpa mengharapkan laba marjin general price level. Penyusutan dalam metode ini dihitung berdasarkan perbedaan antara harga jual aktiva itu pada awal dibandingkan dengan pada akhir periode.
·       Selling Price di sini nilai yang dipakai adalah harga jual tanpa dikurangi biaya penjualan sehingga laporan keuangan yang disusun menurut selling price ini akan lebih besar daripada net realizable value dan metode lain yang disebut sebelumnya.
·       Expected value metode ini sangat tergantung pada pengharapan seseorang jadi bisa lebih besar atau lebih kecil dibanding dengan metode lain karena expected value ini merupakan gambaran dari present value kas di masa yang akan datang.

7.     Monetary Non-Monetary Items
Monetary Item adalah aktiva atau kewajiban yang dinilai atau disajikan dalam unit uang yang tetap misalnya kas, piutang, hutang atau kewajiban lainnya yang angka dan jumlah nilai uangnya yang tetap itulah yang akan ditagih, dibayar di masa yang akan datang tanpa ada perubahan. Nilai ini adalah nilai historis dan nanti nilai net realizable value-nyalah yang akan direalisasi. Karena nilainya itu juga menggambarkan nilai sekarang (current value) untuk aktiva jenis ini tidak perlu disesuaikan kecuali untuk mengetahui present value dari nilai yang diharapkan ditagih (expected value) di masa yang akan datang.
Non-monetary items adalah nilai dimana jumlah uangnya tidak ditetapkan menurut kontrak perjanjian. Dalam metode historical cost ini digambarkan sebagai old cost bukan nilai sekarang. Dalam metode current value harga baru itu yang dicoba digambarkan dengan harga sekarang.

8.         Model Akuntansi
Ada tiga model akuntansi yang berbeda, yaitu :
  1. Historical Cost Accounting
  2. Replacement Cost Accounting
  3. Net Realizable Value Accounting

9.    Atribut yang Akan Dinilai
Atribut yang dinilai untuk masing-masing model akuntansi tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut :
  • Dalam model Historical Cost Accounting, Atribut yang dinilai adalah jumlah uang atau kas atau sejenisnya yang dibayar untuk mendapatkan aktiva atau membayar sejumlah hutang yang dibebankan dalam unit uang yang timbul dari perolehan aktiva itu.
  • Dalam model Replacement Cost Accounting, atribut yang dibayar adalah uang kas atau sejenisnya yang akan dibayar untuk memperoleh aktiva yang sama dan sejenis saat sekarang atau jumlah hutang yang akan dibebankan untuk memperolah aktiva tersebut.
  • Dalam model Net Realizable Value Accounting, atribut yang dinilai adalah jumlah uang kas atau sejinsnya yang akan diperoleh dengan menjual aktiva sekarang atau jumlah uang yang harus dibayar untuk menebus kewajiban itu sekarang.
  • Dalam model Present Value atau Capitalized Value, atribut yang dinilai adalah arus kas masuk bersih yang diharapkan akan diterima dari penggunaan aktiva atau arus kas keluar net yang diharapkan akan dibayar untuk membayar kembali hutang.
Atribut itu dapat kita golongkan dalam tiga cara sebagai berikut :
  • Fokus penilaian dapat berupa masa lalu (historical cost), masa kini (replacement cost dan net realizable value), dan masa yang akan datang (present value).
  • Jenis transaksi : historical cost dan replacement cost merupakan transaksi perolehan atau pembebanan hutang, net realizable value dan present value menyangkut penjualan aset dan pembayaran hutang.
  • Sifat kejadian awalnya : historical cost didasarkan pada kejadian yang sebenarnya, present value berdasarkan kejadian yang diharapkan, dan replacement cost dan net realizable value didasarkan pada kejadian yang sifatnya hipotesis (anggapan).
10.      Unit Measure
Ada dua jenis unit ukuran yang dipakai, yaitu sebagai berikut :
·  Unit Moneter (Uang)
·  Unit Daya Beli (Purchasing Power)
Dalam model ini yang menjadi alat ukur adalah daya beli uangnya yang tentu berbeda apabila waktunya berbeda.



B.        SEJARAH AKUNTANSI INFLSI

1.                            Akuntansi untuk Inflasi di Luar Negeri
FASB 89 mendorong perusahaan untuk memperhitungkan perubahan harga, tapi sebenarnya masih meninggalkan permasalahan, yaitu:
1.     Perusahaan mempertahankan nilai aktiva non moneter berdasarkan biaya historis atau ekuivalen dengan biaya kini ?
2.     Perusahaan yang memilih untuk menyediakan data biaya kini tambahan atas operasi luar negeri dengan dua metode:
·      Restate – Translate
·      Translate – Restate
Investor memerlukan laporan keuangan yang disesuaikan dengan tingkat harga spesifik, bukan tingkat harga umum. Alasannya adalah : Penyesuaian tingkat harga spesifik menentukan jumlah maksimum yang dapat dibayarkan oleh perusahaan sebagai dividen tanpa mengurangi kapasitas produktifnya.
Masalah Restate-Translate Vs Translate-Restate bukan suatu hal yang penting jika menggunakan historical cost. Jadi, prosedur penyesuaian tingkat harga yang direkomendasikan adalah :
·       Sajikan ulang laporan keuangan untuk mencerminkan perubahan dalam harga spesifik.
·       Translasikan akun-akun menggunakan suatu nilai konstan (Kurs pada tahun dasar atau tahun sekarang).
·       Gunakanlah indeks harga spesifik yang relevan untuk menghitung keuntungan dan kerugian moneter.

2.  Isu-Isu Mengenasi Inflasi
Ada Empat Isu Akuntansi Inflasi:
1.    Apakah dolar konstan atau Current Cost yang lebih baik untuk mengukur pengaruh inflasi?
2.    Perlakuan Akuntansi terhadap keuntungan dan kerugian inflasi.
3.    Akuntansi inflasi luar negri.
4.    Menghindari fenomena “kejatuhan ganda”



3. Badan Standar Akuntansi Internasional
·        IASB meyimpulkan bahwa laporan posisi keuangan dan kinerja operasi dalam mata uang lokal menjadi tidak berarti lagi dalam suatu lingkungan yang mengalami hiperinflasi.
·        IAS 29: “Pelaporan keuangan dalam perekonomian hiperinflasi mewajibkan penyajian ulang informasi laporan keuangan utama.
·        Penyajian ulang dengan daya beli konstan pada tanggal neraca, bisa dengan model Historical Cost atau dengan Current Cost.
·        Keuntungan dan kerugian daya beli dimasukan ke dalam laba berjalan.

4.       PERSPEKTIF INTERNASIONAL TERHADAP AKUNTANSI INFLASI

Tujuan akuntansi inflasi adalah untuk mengukur kinerja suatu perusahan dan memungkinkan setiap orang yang tertarik untuk mengukur jumlah, waktu dan kemungkinan arus kas masa depan.
Suatu perusahaan dapat mengukur penguasaanya terhadap barang dan jasa tertentu dengan menggunakan indeks untuk mengukur keuntungan dan kerugian moneter.
Beberapa Negara telah mencoba metode akuntansi inflasi yang berbeda-beda. Praktik aktual juga mencerminkan pertimbangan pragmatis seperti parahnya laju inflasi nasional dan pandangan yang pihak-pihak yang secara langsung dipengaruhi oleh angka-angka akuntansi inflasi.
Beberapa Negara telah mencoba akuntansi inflasi yang berbeda-beda. Praktik actual juga mencerminkan pertimbangan pragmitis seperti parahnya laju inflasi nasional dan pandangan yang pihak-pihak yang secara langsung dipengaruhi oleh angka-angka akuntansi inflasi.

a.    Negara Amerika Serikat

Pada tahun 1979, FASB mengeluarkan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan / SFAS No.33, yang berjudul “ Pelaporan Keuangan dan Perubahan Nilai” pernyataan ini mengharuskan perusahaan-perusahaan AS yang memiliki persedian dan aktifa tetap bernilai lebih dari $125 juta atau aktiva lebih dari $1 miliyar, untuk selama 5 tahun mencoba melakukan pengungkapan daya beli konstan biaya historis sebagai kerangka dasar pengukuran dasar untuk laporan keuangan utama.

Banyak pengguna dan penyusun informasi keuangan yang telah sesuai dengan SFAS No.33 menemukan bahwa:

a. Pengungkapan ganda yang diwajibkan FASB membingungkan.
b. Biaya penyusunan pengungkapan ganda ini terlalu besar.
c. Pengungkapan daya beli biaya historis tidak terlalu bermanfaat bila dibandingkan dengan biaya kini. Akhirnya diterbitkan SFAS N0.88 untuk membantu perusahaan yang melaporkan pengaruh pernyataan atas harga yang berubah dan menjadi titik awal standar akuntansi inflasi masa depan.
Perusahaan pelapor didorong untuk mengungkapkan informasi berikut untuk masing-masing dari 5 tahun terakhir :
a.    Penjualan bersih dan pendapatan operasi lainya.Laba dari opersi yang berjalan berdasarkan dasar biaya kini.
b.    Kenaikan atau penurunan dalam biaya kini atau jumlah yang dapat dipulihkan.
c.    Setiap agregrat penyesuaian translasi mata uang asing berdasarkan biaya kini, yang timbul    dari proses konsolidasi.
d.    Aktiva bersih pada akhir tahun menurun dasar biaya kini.
e.    Laba per saham menurut dasar biaya kini.
f.     Deviden per saham biasa.
g.    Harga pasar akhir tahun perlembar saham biasa.  
h.    Tingkat indeks Harga Konsumen yang digunakan untuk mengukur laba dari opersi berjalan.
Panduan pengungkapan SFAS No.88 juga mencakup operasi luar negeri yang dimasukkan dalam laporan konsolidasi induk perusahaan dari AS perusahaan yang ,engadopsi dolar sebagai mata uang fungsional untuk mengukur operasi luar negerinya memandang operasi-operasi dari sudut pandang mata uang induk perusahaan. Akibatnya akun-akun operasi harus ditranslasi ke dalam dolar, kemudian disesuaikan dengan inflasi AS. Perusahaan multinasional yang mengadopsi mata uang local sebagai mata uang fungsional untuk kebanyakan operasi luar negerinya menggunakan sudut pandang mata uang local.

FASB memperbolehkan perusahaan tersebut untuk mengunakan metode translasi sajikan ulang atau menyesuaikan diri terhadap inflasi luar negeri dan kemudian melakukan translasi kedalam dolar AS. Dengan demikian, penyesuai terhadap data biaya kini untuk mencerminkan inflasi dapat didasarkan pada indeks tingkat harga umum AS atau luar negeri.

b.    Negara Inggris

Komite Standar Akuntansi Inggris / ACS menerbitkan “Pernyataan Standar Praktik Akuntansi 16 / SSAP, “Akuntansi Biaya Kini” untuk masa percobaan 3 tahun pada bulan maret 1980. Meskipun SSAP 16 dibatalkan pada tahun 1988, metodologinya direkomendasikan untuk perusahaan-perusahaan yang secara sukarela melaporkan akun-akunnya yang disesuaikan terhadap inflasi.
Perbedaan SSAP 16 dengan SFAS 33 adalah
·      Apabila standar AS mengharuskan akuntansi biaya konstan dan kini, SSAP 16 hanya mengadopsi metode biaya kini untuk pelaporan eksternal.
·      Apabila penyesuaian inflasi AS berpusat pada laporan laba rugi, laporan biaya kini di Inggris mengwajibkan baik laporan laba rugi dan neraca biaya kini, beserta catatan penjelas.
Dengan perlakuan keuntungan dan kerugian yang terkait dengan pos-pos moneter, FAS 33 menharuskan pengungkapan terpisah untuk tiap-tiap angka. SSAP 16 mengaharuskan dua angka yang keduanya mencerminkan pengaruh perubahan harga spesifik, yaitu:
a.    Penyesuai modal kerja moneter ( Monetary Working Capital Adjustment) / MWCA
    Mengakui pengaruh perubahan harga khusus terhadap total jumlah modal kerja yang digunakan oleh perusahaan dalam operasinya.

b. Mekanisme Penyesuaian, memungkinkan pengaruh perubahan harga spesifik terhadap aktiva nonmoneter perusahaan.

c.          Negara Brasil
Walaupun tidak lagi diwajibkan akuntansi inflasi yang direkomendasikan di Brasil hari ini mencerminkan 2 kelompok pilihan pelaporan –Hukum Perusahaan Brasil dan Komisi Pengawasan Pasar Modal Brasil. Penyesuaian inflasi yang sesuai dengan hukum perusahaan menyajikan ulang akun-akun aktiva permanen dan ekuitas pemegang saham dengan menggunakan indeks harga yang diakui oleh pemerintah federal untuk mengukur devaluasi mata uang local. Penyesuaian inflasi terhadap aktiva permanen dan ekuitas pemegang saham disajikan bersih terhadap jumlah lebih yang diungkapkan secara terpisah dalam laba kini sebagai keuntungan atau kerugian koreksi moneter.
Penyesuaian tingkat harga terhadap ekuitas pemegang saham merupakan jumlah investasi pemegang saham pada awalperiode yang harus tumbuh agar tidak tertingla dengan laju inflasi. Penyesuaian aktiva permanen yang lebih kecil daripada penyesuaian ekuitas menyebabkan kerugian daya beli yang mencerminkan resiko yang dihadapi perusahan terhadap aktiva moneter bersihnya.


C. KESIMPULAN

Menurut pendapat saya penerapan perubahan kondisi perekonomian sangat penting dipertimbangkan dalam mengolah laporan keuangan. Pertimbangan perubahan tingkat inflasi sangat penting dipertimbangkan dalam mengolah pelaporan keuangan agar laporan keuangan tersebut mencerminkan keadaan yang sebenarnya terjadi dalam kondisi perekonomian. Pembuatan laporan menggunakan metode historical cost memang menunjukkan kondisi keuangan perusahaan pada saat transaksi terjadi dan mencerminkan keadaan yang sebenarnya ketika itu. Namun, penggunaan metode tersebut tidak selalu menguntungkan karena kondisi perekonomian tidak selalu stabil sehingga dibutukan metode yang dapat  menyesuaikan perhitungan ekonomi perusahaan sesuai dengan situasi yang berubah.
Ada metode General Price Level atau desebut juga metode tingkat harga umum, yaitu suatu metode yang pembuatan laporannya disesuaikan kondisi perekonomian yang tidak stabil akibat perubahan harga seperti terjadinya inflasi. Kedua metode tersebut historical cost dan general price level masing-masing memiliki kelemahan dan penerapan kedua metode tersebut sebaiknya tergantung pada jenis perusahaan produk yang ekonomi yang dimiliki perusahaan karena setiap perusahaan akan memiliki kekuatan yang berbeda dalam ketahanannya menghadapi perubahan kondisi perekonomian akibat dari inflasi.

 
REFERENSI

0 komentar :