PENDAHULUAN
1. Latar
Belakang
Audit
terhadap sektor publik menjadi fokus
perhatian karena dinilai instansi pemerintah tidak terbuka terhadap masyarakat
mengenai kondisi keuangan sebenarnya dan instansi sektor publik rawan akan
penyalahgunaan dana sehingga dibutuhkan aturan yang ketat dan audit yang independen terhadap pemeriksaan laporan
keuangan instansi pemerintahan.
Audit
terhadap sektor publik sangat penting dilakukan hal ini merupakan bentuk
tanggung jawab sektor publik (pemerintah pusat dan daerah) untuk
mempertanggungjawabkan dana yang telah digunakan oleh instansi sehingga dapat
diketahui pemanfaatan dana tersebut dilaksanakan sesuai prosedur dan standar
atau tidak.
Di tengah berbagai kritik bahwa keberadaan
sektor publik tak efisien dan jauh tertinggal dgn kemajuan dan perkembangan yg
terjadi di sektor swasta lembaga sektor publik masih memiliki kesempatan yg
luas utk memperbaiki kinerja dan memanfaatkan sumberdaya secara ekonomis
efisien dan efektif. Istilah “akuntabilitas publik value for money reformasi sektor publik
privatisasi good public
governance” telah begitu cepat masuk kedalam kamus sektor publik
(Mardiasmo 2004:17). Bahkan istilah pemeriksaan khusus terhadap kasus-kasus yg
diperkirakan mengandung unsur penyimpangan yg merugikan Pemerintah Pusat
Pemerintah Daerah Badan Usaha Milik Negara dan Badan Usaha Milik Daerah sudah
dikenal luas di lingkungan pemerintahan dan BUMN/BUMD (Karni 2000:117).
Pemerintah (Pusat dan Daerah) saat ini sedang melakukan
perubahan tata pembukuan dari sistem pembukuan menjadi sistem akuntansi dalam
menyusun laporan keuangannya. Peraturan Pemerintah No. 105 tahun 2000 tentang
Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah merupakan pijakan awal
kewajiban Pemerintah Daerah menerapkan akuntansi yang menghasilkan laporan
pertanggungjawaban berupa Laporan perhitungan APBD, Laporan Aliran Kas, dan
Neraca Daerah. Unsur laporan tersebut berbeda dari laporan pertanggungjawaban
yang lama, terutama adanya Laporan Aliran Kas dan Neraca Daerah. Neraca Daerah
merupakan laporan yang menggambarkan posisi keuangan pemerintah mengenai
aktiva, hutang dan ekuitas dana pada suatu tanggal tertentu.
Perubahan tata usaha keuangan daerah tersebut tentunya tidak dapat dipisahkan dengan penyiapan proses auditing (pemeriksaan). Audit atas tata usaha keuangan Pemda (audit sektor publik) juga harus mengalami perubahan dimana tujuannya adalah menunjukkan, dengan dasar yang cukup dan tepat dari bukti-bukti audit, apakah laporan keuangan disajikan secara wajar posisi keuangan Pemerintah Daerah, hasil operasi, dan perubahan ekuitas sesuai dengan prinsip akuntansi berterima umum.
PEMBAHASAN
2.1. Pengertian audit Sektor Publik
Menurut pendapat saya,
audit sektor publik adalah audit yang dilakukan terhadap pemerintah baik pemerintah daerah
maupun pemerintah pusat serta BUMN, dan BUMD lainnya yang seluruh sumber
pembiayaannya berasal dari pajak masyarakat. Audit sektor publik ini dilakukan
untuk memeriksa kebenaran pelaporan yang dibuat dengan kondisi real yang
terjadi apakah instansi pemerintah telah melaksanakan tugasnya secara
bertanggung jawab dan sesuai dengan standar yang telah ditetapkan.
Pengertian
audit sektor publik menurut Indra
Bastian adalah sebagai berikut:
“Audit sektor publik adalah jasa penyelidikan bagi masyarakat atas
organisasi publik dan politikus yang sudah mereka danai.”
(2007:255)
Sedangkan
pengertian audit sektor publik menurut I
Gusti Agung Rai adalah sebagai berikut:
“Audit sektor publik adalah kegiatan yang ditujukan terhadap
entitas yang menyediakan pelayanan dan penyediaan barang yang pembiayaannya
berasal dari penerimaan pajak dan penerimaan negara lainnya dengan tujuan untuk
membandingkan antara kondisi yang ditemukan dengan kriteria yang ditetapkan.”
(2008:29)
Audit sektor publik di Indonesia dikenal sebagai audit keuangan negara.
Audit keuangan negara ini diatur dalam UU No. 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung
jawab Keuangan Negara. Undang-undang ini merupakan pengganti ketentuan warisan
Belanda, yaitu Indische Comptabiliteitswet (ICW) dan Instructie en
verdere bepalingen voor de Algemene Rekenkamer (IAR), yang mengatur
prosedur audit atas akuntabilitas pengelolaan keuangan oleh pemerintah.
Audit
sektor publik dimaksudkan untuk memberikan keyakinan yang memadai bahwa laporan
keuangan yang diperiksa telah mematuhi prinsip akuntansi berterima umum,
peraturan perundang-undangan dan pengendalian intern serta kegiatan operasi
entitas sektor publik dilaksanakan secara efisien, ekonomis, dan efektif.
Dalam kekerbatasan yang ada, audit tetap perlu dilakukan agar tercipta
akuntabilitas publik yang lebih transparan dan akuntabel.
2.2 Karakteristik
Audit sektor Publik
Karakteristik manajemen sektor publik yang
berkaitan erat dengan kebijakan dan pertimbangan politik serta ketentuan
peraturan perundang-undangan, auditor sektor publik harus memberikan perhatian
yang memadai pada hal-hal tersebut. Perbedaan
antara audit sektor privat dan audit sektor publik adalah sebagai berikut:
Tabel 2.2
Perbedaan Antara Audit Sektor Privat dan Audit Sektor
Publik di Indonesia
Uraian
|
Audit Sektor Privat
|
Audit Sektor Publik
|
Pelaksanaan audit
|
Kantor Akuntan Publik
(KAP)
|
Lembaga audit pemerintah dan juga KAP yang ditunjuk
oleh lembaga audit pemerintah
|
Objek Audit
|
Perusahaan/ entitas swasta
|
Entitas, program, kegiatan, dan fungsi yang
berkaitan dengan pelaksanaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara,
sesuai dengan peraturan perundang-undangan
|
Standar audit yang digunakan
|
Standar Profesional Akuntan
Publik (SPAP) yang dikeluarkan oleh IAI
|
Standar Pemeriksaan Keuangan
Negara (SPKN) yang dikeluarkan oleh BPK
|
Kepatuhan terhadap peraturan
perundang-undangan
|
Tidak terlalu dominan dalam audit
|
Merupakan faktor dominan karena
kegiatan di sektor publik sangat dipengaruhi oleh peraturan dan
perundang-undangan
|
(I Gusti Agung Rai, 2008:30)
2.3 Jenis-jenis Audit
Sektor Publik
Berdasarkan UU No. 15 Tahun
2004 dan SPKN, terdapat tiga jenis audit keuangan negara, yaitu:
a)
Audit keuangan, merupakan audit atas laporan keuangan
yang bertujuan untuk memberikan
keyakinan yang memadai (reasonable assurance), apakah laporan keuangan
telah disajikan secara wajar, dalam semua hal yang material sesuai dengan
prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia atau basis akuntansi
komprehensif selain prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia.
b)
Audit kinerja, meliputi audit ekonomi, efisiensi, dan
efektivitas, pada dasarnya merupakan perluasan dari audit keuangan dalam
hal tujuan dan prosedurnya. Audit kinerja memfokuskan pemeriksaan pada tindakan-tindakan dan
kejadian-kejadian ekonomi yang menggambarkan kinerja entitas atau fungsi yang
diaudit. Perbandingan antara audit kinerja dengan audit keuangan adalah sebagai
berikut:
Tabel 2.2
Perbandingan Audit Keuangan dengan Audit Kinerja
Audit
Keuangan
|
Audit
Kinerja
|
Objek
audit: laporan keuangan
|
Objek audit: organisasi, program, aktivitas/ kegiatan,
atau fungsi
|
Menguji kewajaran laporan keuangan dari salah saji yang
material dan kesesuaiannya dengan prinsip akuntansi yang diterima umum
|
Menguji
tingkat ekonomi, efisiensi, dan efektivitas dalam penggunaan sumber daya
untuk mencapai tujuan
|
Lebih
bersifat kuantitatif – keuangan
|
Lebih
bersifat kualitatif
|
Tidak
terlalu analitis
|
Sangat
analitis
|
Tidak menggunakan indikator kinerja, standar, dan
target kinerja
|
Membutuhkan indikator, standar, dan target kinerja
untuk mengukur kinerja
|
Biasanya tidak mempertimbangkan analisis biaya manfaat
|
Biasanya
mempertimbangkan analisis biaya-manfaat (cost-benefit analysis)
|
Waktu pelaksanaan audit tertentu (biasanya pada akhir
periode akuntansi)
|
Audit bisa dilakukan sewaktu-waktu
|
Audit
dilakukan untuk peristiwa keuangan masa lalu (post event)
|
Mempertimbangkan kinerja masa lalu, sekarang, dan yang
akan datang
|
Tidak
dimaksudkan untuk membantu melakukan alokasi sumber daya secara optimal
|
Dimaksudkan
untuk memperbaiki alokasi sumber daya secara optimal dan memperbaiki kinerja
|
Tidak
terdapat rekomendasi audit dan follow-up audit
|
Terdapat
rekomendasi audit dan follow-up audit
|
(Mahmudi, 2007:188)
c) Audit
dengan tujuan tertentu,
merupakan audit khusus
di luar audit keuangan dan audit kinerja yang bertujuan untuk memberikan simpulan atas hal
yang diaudit. Audit dengan tujuan tertentu dapat bersifat eksaminasi (examination),
reviu (review), atau prosedur yang disepakati (agrees-upon
procedures). Audit dengan tujuan tertentu mencakup audit atas hal-hal lain di bidang keuangan,
audit investigatif, dan audit atas sistem pengendalian internal.
2.4 Audit Kinerja
2.4.1 Pengertian audit kinerja
menurut Mardiasmo adalah sebagai
berikut:
“Suatu proses sistematis untuk memperoleh dan mengevaluasi bukti secara
objektif, agar dapat melakukan penilaian secara independen atas ekonomi dan
efisien operasi, efektivitas dalam pencapaian hasil yang diinginkan dan
kepatuhan terhadap kebijakan, peraturan hukum yang berlaku, menentukan
kesesuaian antar kinerja yang telah dicapai dengan kriteria yang telah
ditetapkan sebelumnya serta mengkomunikasikan hasilnya kepada pihak-pihak
pengguna laporan tersebut.”
(2004:179)
Pengertian audit kinerja menurut Indra Bastian adalah sebagai berikut:
“Pemeriksaan secara objektif dan
sistematik terhadap berbagai macam bukti untuk dapat melakukan penilaian secara
independen atas kinerja entitas atau program/ kegiatan pemerintah yang diaudit.”
(2007:47)
Sedangkan dalam Pasal 4 ayat (3) UU No. 15 Tahun 2004
tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara, pengertian
audit kinerja adalah audit atas pengelolaan keuangan negara yang terdiri atas
audit aspek ekonomi dan efisiensi serta audit aspek efektivitas.
Menurut pendapat saya audit
kinerja adalah suatu proses pemeriksaan terhadap pemerintah untuk mengetahui ketepatan
pelaksanaan kegiatan pemerintah dilakukan sesuai standar atau tidak sebagai
bentuk pertanggungjawaban pemerintah terhadap masyarakat.
2.4.2 Karakteristik Audit Kinerja
Karakteristik
audit kinerja adalah sesuatu yang hanya dimiliki oleh audit kinerja, yang
membedakan audit kinerja dengan jenis audit lainnya. Menurut Profesor Soemardjo Tjitrosidojo (1980)
yang dikutip oleh I Gusti Agung Rai terdapat
beberapa karakteristik dari audit kinerja, adalah sebagai berikut:
a. Pemeriksaan operasional,
dengan menggunakan perbandingan dengan cara pemeriksaan oleh dokter, haruslah
merupakan pemeriksaan semacam “medical check up” (penelitian kesehatan),
dan bukan merupakan pemeriksaan semacam “otopsi post mortem” (pemeriksaan
mayat); jadi, pemeriksaan seharusnya dimaksudkan agar si pasien memperoleh
petunjuk agar ia selanjutnya dapat hidup lebih sehat dan bukan sebagai
pemeriksaan untuk menganalisis sebab-sebab kematian.
b. Pemeriksa haruslah wajar (fair),
objektif, dan realistis selain itu berfikir secara dinamis, konstruktif, dan
kreatif. Pemeriksa pun harus dapat bertindak secara diplomatis.
c. Pemeriksa (atau
setidaknya tim pemeriksa secara kolektif) harus mempunyai pengetahuan keterampilan dari
berbagai macam bidang, seperti ekonomi, hukum, moneter, statistik,
komputer, keinsinyuran, dan sebagainya.
d. Agar
pemeriksaan dapat berhasil dengan baik, pemeriksa harus dapat berpikir dengan menggunakan sudut pandang
pejabat pimpinan organisasi yang diperiksanya selain itu pemeriksa harus
benar-benar mengetahui
persoalan yang dihadapinya, ia harus dapat mengantisipasi masalah serta cara penyelesaiannya,
dan memberikan gambaran
tentang perbaikan-perbaikan yang dapat diterapkan dalam organisasi yang
diperiksanya.
e. Pemeriksaan
operasional harus dapat berfungsi sebagai suatu “early warning system” (sistem peringatan dini)
agar pimpinan secara tepat pada waktunya, setidak-tidaknya belum terlambat
dapat mengadakan tindakan-tindakan
korektif yang mengarah pada perbaikan organisasinya.”
(2008:45)
Karakteristik di atas
sangat relevan dengan konsep audit kinerja sebagai audit for
management, bukan audit to management. Dalam audit for
management auditor harus memberikan rekomendasi perbaikan bagi manajemen
sebagai upaya peningkatan akuntabilitas dan kinerja entitas yang diaudit.
2.4.3
Jenis-jenis Audit Kinerja
Penekanan kegiatan audit pada
ekonomi, efisiensi, dan efektivitas suatu organisasi memberikan ciri khusus
yang membedakan audit kinerja dengan audit jenis lainnya. Gambar 3.1 menjelaskan
karakteristik audit kinerja yang merupakan gabungan antara audit manajemen dan
audit program.
Menurut Mardiasmo audit kinerja meliputi dua
jenis, yaitu:
“1. Audit Ekonomi dan Efisiensi
2. Audit Efektivitas.”
(2004:180)
Lebih lanjut
jenis-jenis audit kinerja tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Audit Ekonomi dan Efisiensi
Ekonomi mempunyai arti biaya terendah, sedangkan efisiensi mengacu pada
rasio terbaik antara output dengan biaya (input). Karena output
dan biaya diukur dalam unit yang berbeda maka efisiensi dapat terwujud
ketika dengan sumber daya
yang ada dapat dicapai output yang maksimal atau ouput tertentu
dapat dicapai dengan sumber daya yang sekecil-kecilnya. Audit ekonomi dan efisiensi bertujuan
untuk menentukan:
·
Apakah
suatu entitas telah memperoleh, melindungi, dan menggunakan sumber dayanya
(seperti karyawan, gedung, ruang, dan peralatan kantor) secara ekonomis dan
efisien.
·
Penyebab
timbulnya inefisiensi atau pemborosan yang terjadi, termasuk ketidakcukupan
sistem informasi manajemen, prosedur administratif, atau struktur organisasi.
·
Apakah
suatu entitas telah mematuhi peraturan yang terkait dengan pelaksanaan praktek
ekonomi dan efisien.
Untuk
dapat mengetahui apakah organisasi telah menghasilkan output yang
optimal dengan sumber daya yang dimilikinya, auditor dapat membandingkan output
yang telah dicapai pada periode bersangkutan dengan standar yang telah
ditetapkan sebelumnya, kinerja tahun-tahun sebelumnya, dan unit lain pada
organisasi yang sama atau pada organisasi yang berbeda.
2. Audit Efektivitas/Program
Efektivitas berkaitan dengan pencapaian tujuan. Audit efektivitas (audit program) bertujuan untuk:
·
Tingkat pencapaian hasil atau manfaat yang diinginkan.
·
Kesesuaian hasil dengan tujuan yang ditetapkan sebelumnya.
·
Apakah
entitas yang
diaudit telah mempertimbangkan
alternatif lain yang memberikan hasil yang sama dengan biaya yang paling rendah.
·
Apakah
suatu entitas telah mematuhi
peraturan yang terkait dengan pelaksanaan program.
2.4.4
Standar Audit Kinerja Sektor Publik
Dalam
melaksanakan suatu audit, diperlukan standar yang akan digunakan untuk menilai
mutu pekerjaan audit yang dilakukan. Standar tersebut memuat persyaratan
minimum yang harus dipenuhi oleh seorang auditor dalam melaksanakan tugasnya.
Di Indonesia standar audit pada sektor publik adalah Standar Pemeriksaan
Keuangan Negara (SPKN) yang dikeluarkan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Standar-standar
yang menjadi pedoman dalam audit kinerja menurut SPKN adalah sebagai berikut:
1. Standar Umum
a. Pemeriksa secara kolektif harus memiliki
kecakapan profesional yang memadai untuk melaksanakan tugas pemeriksaannya.
b. Dalam semua hal yang berkaitan dengan
pekerjaan pemeriksaan, organisasi pemeriksa dan pemeriksa, harus bebas dalam
sikap mental dan penampilan dari gangguan pribadi, ekstern, organisasi yang
dapat mempengaruhi independensinya.
c. Dalam melaksanakan pemeriksaan serta
penyusunan laporan hasil pemeriksaan, pemeriksa wajib menggunakan kemahiran
profesionalnya secara cermat dan saksama.
d. Setiap organisasi pemeriksa yang
melaksanakan pemeriksaan berdasarkan Standar Pemeriksaan harus memiliki sistem
pengendalian mutu yang memadai dan sistem pengendalian mutu tersebut harus di review
oleh pihak lain yang kompeten (pengendalian mutu eksternal).
2.Standar
Pelaksanaan Audit Kinerja
a. Pekerjaan harus direncanakan secara
memadai.
b.
Staf harus disupervisi dengan baik.
c.
Bukti yang cukup, kompeten, dan relevan harus diperoleh
untuk menjadi dasar yang memadai bagi temuan dan rekomendasi pemeriksa.
d.
Pemeriksa harus mempersiapkan dan memelihara dokumen
pemeriksaan dalam bentuk kertas kerja pemeriksaan. Dokumen pemeriksaan yang
berkaitan dengan perencanaan, pelaksanaan, dan pelaporan pemeriksaan harus
berisi informasi yang cukup untuk memungkinkan pemeriksa yang berpengalaman,
tetapi tidak mempunyai hubungan dengan pemeriksaan tersebut, dapat memastikan
bahwa dokumen pemeriksaan tersebut dapat menjadi bukti yang mendukung temuan,
simpulan, dan rekomendasi pemeriksa.
3.Standar Pelaporan Audit Kinerja
a. Pemeriksa harus membuat laporan hasil
pemeriksaan untuk mengkomunikasikan setiap hasil pemeriksaan.
b. Laporan hasil pemeriksaan harus mencakup:
1) penyataan bahwa pemeriksaan dilakukan sesuai dengan standar pemeriksaan; 2)
tujuan, lingkup, dan metodologi pemeriksaan;
3) hasil pemeriksaan berupa temuan audit, simpulan, dan rekomendasi; 4) tanggapan pejabat yang bertanggung jawab
atas hasil pemeriksaan; 5) pelaporan informasi rahasia apabila ada.
c. Laporan hasil pemeriksaan harus tepat
waktu, lengkap, akurat, objektif, meyakinkan, serta jelas dan seringkas
mungkin.
d. Laporan hasil pemeriksaan diserahkan
kepada lembaga perwakilan, entitas yang diaudit, pihak yang mempunyai
kewenangan untuk mengatur entitas yang diaudit, pihak yang bertanggung jawab
untuk melakukan tindak lanjut hasil pemeriksaan, dan kepada pihak lain yang
diberi wewenang untuk menerima laporan hasil pemeriksaan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
2.4.5 Tahap-tahap Audit Kinerja
Adapun tahap-tahap audit kinerja menurut I Gusti Agung Rai adalah:
1. Tahap Perencanaan atau Survei Pendahuluan
2. Tahap pelaksanaan atau Pengujian Terinci.
3. Tahap Tindak Lanjut
(2008:77)
Lebih lanjut tahap-tahap audit kinerja tersebut
dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Tahap Perencanaan atau Survei Pendahuluan
Tujuan utama
survei pendahuluan adalah untuk memperoleh informasi yang bersifat umum
mengenai semua bidang dan aspek dari entitas yang diaudit serta kegiatan dan
kebijakan entitas, dalam waktu yang relatif
singkat. Hasil survei pendahuluan berguna untuk memberikan pertimbangan
mengenai perlu atau tidaknya audit dilanjutkan ke tahap pengujian terinci. Kegiatan survei pendahuluan meliputi:
a. Memahami entitas yang diaudit
Pemahaman yang objektif dan
komprehensif atas entitas yang akan diaudit sangat penting untuk mempertajam
tujuan audit serta mengidentifikasikan isu-isu kritis dan penting sehingga
audit dapat dilaksanakan secara lebih ekonomis, efisien, dan efektif.
b. Mengidentifikasi area kunci
Area kunci (key area) adalah
area, bidang, atau kegiatan yang merupakan fokus audit dalam entitas. Pemilihan
area kunci harus dilakukan mengingat luasnya bidang, program, dan kegiatan pada
entitas yang diaudit sehingga tidak mungkin melakukan audit di seluruh area
entitas.
c. Menentukan tujuan dan
lingkup audit
Tujuan audit (audit
objective) berkaitan dengan alasan dilaksanakannya suatu audit. Sedangkan
lingkup audit (audit scope) merupakan batasan dari suatu audit.
d. Menetapkan
kriteria audit
Kriteria audit adalah
standar, ukuran, harapan, dan praktek terbaik yang seharusnya dilakukan atau
dihasilkan oleh entitas yang diaudit. Auditor dapat menggunakan dua pendekatan
untuk menetapkan kriteria, yaitu kriteria proses dan kriteria hasil.
e. Mengidentifikasi
jenis dan sumber bukti audit
Pada tahap survei
pendahuluan, bukti yang diutamakan adalah bukti yang relevan. Pada tahap ini,
syarat kecukupan dan kompetensi bukti tidak terlalu dipentingkan. Jenis bukti
audit dapat berupa bukti fisik, bukti dokumenter, bukti kesaksian, dan bukti
analitis. Sumber bukti audit dapat berasal dari internal entitas, eksternal,
maupun sumber-sumber lain.
f. Menyusun laporan survei pendahuluan
Laporan survei
pendahuluan adalah laporan yang diterbitkan mendahului atau sebelum laporan
audit akhir diterbitkan. Laporan ini memuat identifikasi kelemahan-kelemahan
organisasi, kebijakan, perencanaan, prosedur, pencatatan, pelaporan, dan
pengawasan internal yang terjadi pada satuan-satuan organisasi yang diaudit.
g. Mempersiapkan
program pengujian terinci
Program pengujian
terinci adalah pedoman dalam tahap pelaksanaan audit. Sebagai langkah akhir
dalam perencanaan, pembuatan program pengujian terinci merupakan penghubung
antara tahap perencanaan dan pelaksanaan audit kinerja.
2. Tahap
Pelaksanaan atau Pengujian Terinci
Tujuan utama pengujian
terinci adalah untuk menilai
apakah kinerja entitas yang diaudit sesuai dengan kriteria, menyimpulkan apakah
tujuan-tujuan audit tercapai, dan mengidentifikasi kemungkinan-kemungkinan
untuk memperbaiki kinerja entitas yang diaudit, yang akan dituangkan dalam
rekomendasi kepada auditee. Kegiatan pengujian terinci meliputi:
a.
Mengumpulkan dan menguji bukti audit yang
kompeten dan relevan
Langkah pengumpulan dan
pengujian bukti audit merupakan kelanjutan dari identifikasi bukti audit pada
survei pendahuluan. Pengujian bukti-bukti audit dimaksudkan untuk menentukan
atau memilih bukti-bukti audit yang penting dan perlu (dari bukti-bukti audit
yang ada) sebagai bahan penyusunan suatu temuan dan simpulan audit.
b.
Menyusun kertas kerja
Untuk mengetahui kegiatan
yang dilaksanakan auditor selama melaksanakan audit, suatu catatan tentang
pekerjaan auditor harus diselenggarakan dan didokumentasikan dalam bentuk
kertas kerja audit (KKA). KKA
merupakan penghubung antara pelaksanaan dan pelaporan audit, dimana KKA memuat bukti-bukti dan analisis
bukti untuk
mendukung temuan, simpulan, serta rekomendasi audit.
c. Menyusun
dan mengkomunikasikan temuan audit
Temuan audit adalah
masalah-masalah penting (material) yang ditemukan selama audit berlangsung dan
masalah tersebut pantas untuk dikemukakan dan dikomunikasikan dengan entitas
yang diaudit karena mempunyai dampak terhadap perbaikan dan peningkatan kinerja
(ekonomi, efisiensi, dan efektivitas) entitas yang diaudit.
d.
Menyusun dan mendistribusikan laporan hasil
audit
Tujuan pelaporan hasil audit adalah menyediakan informasi,
rekomendasi, dan penilaian yang independen bagi para pengguna laporan mengenai
pelaksanaan kegiatan entitas yang diaudit, apakah telah diselenggarakan
sevara ekonomis, efisien, dan efektif. Karakteristik laporan audit kinerja yang
baik menurut SPKN adalah tepat waktu, lengkap, akurat, objektif, meyakinkan,
jelas, dan ringkas.
3.
Tahap
Tindak Lanjut
Tujuan utama tindak lanjut audit adalah untuk meyakinkan auditor bahwa auditee
telah memperbaiki kelemahan yang
telah diidentifikasi. Kegiatan tindak lanjut dapat dibagi menjadi tiga tahapan, yaitu pemutakhiran (update) informasi,
tindak lanjut di kantor, dan tindak lanjut di lapangan.
2.4.6 Manfaat Audit Kinerja
Menurut
I Gusti Agung Rai manfaat utama
audit kinerja adalah sebagai berikut:
1. Peningkatan Kinerja
2. Peningkatan Akuntabilitas Publik.
(2008:46)
Lebih lanjut manfaat audit kinerja tersebut dapat
dijelaskan sebagai berikut:
1. Peningkatan Kinerja
Audit kinerja
dapat meningkatkan kinerja suatu entitas yang diaudit dengan cara sebagai
berikut:
a. Mengidentifikasi permasalahan dan
alternatif penyelesaiannya,
b. Mengidentifikasi sebab-sebab aktual (tidak
hanya gejala atau perkiraan-perkiraan) dari suatu permasalahan yang dapat
diatasi oleh kebijakan manajemen atau tindakan lainnya,
c. Mengidentifikasi peluang atau kemungkinan
untuk mengatasi keborosan atau ketidakefisienan,
d.
Mengidentifikasi kriteria untuk menilai
pencapaian tujuan organisasi,
e. Melakukan evaluasi atas sistem
pengendalian internal,
f. Menyediakan jalur komunikasi antara
tataran operasional dan manajemen, dan
g. Melaporkan ketidakberesan.
2. Peningkatan
Akuntabilitas Publik
Pada sektor publik, audit kinerja
dilakukan untuk meningkatkan akuntabilitas, berupa perbaikan pertanggungjawaban
manajemen kepada lembaga perwakilan; pengembangan bentuk-bentuk laporan
akuntabilitas; perbaikan indikator kinerja; perbaikan perbandingan kinerja
antara organisasi sejenis yang diperiksa; serta penyajian informasi yang lebih
jelas dan informatif.
Tanggung jawab pengelolaan program,
kegiatan, fungsi, atau organisasi secara ekonomis, efisien, dan efektif
terletak pada manajemen/ eksekutif. Selanjutnya manajemen, dalam hal ini
pemerintah, bertanggung jawab untuk memberikan laporan kinerja atas pelaksanaan
program, kegiatan, fungsi, atau organisasi kepada publik. Pola hubungan
pertanggungjawaban publik dapat dilihat pada gambar 2.2.
Pada gambar 2.2 terdapat empat pihak yang
terlibat dalam proses akuntabilitas pemerintah. Pihak pertama adalah pemerintah
yang dalam hal ini berperan sebagai auditee. Pihak kedua adalah DPR/
DPRD sebagai perantara publik (public intermediary) yang berkepentingan
untuk meminta pertanggungjawaban pihak I (auditee). Pihak ketiga adalah
publik atau masyarakat yang berhak untuk meminta pertanggungjawaban pihak I
(pemerintah) dan pihak II (DPR/DPRD). Pihak keempat adalah auditor yang
memegang fungsi pengauditan dan fungsi atestasi.
|
|
Menurut Indra Bastian bahwa pentingnya audit
kinerja dalam menunjang akuntabilitas publik adalah sebagai berikut:
“Dengan audit kinerja, tingkat akuntabilitas pemerintah dalam proses
pengambilan keputusan oleh pihak yang bertanggungjawab akan meningkat, sehingga
mendorong pengawasan dan kemudian tindakan koreksi.”
(2007:48)
2.5 Akuntabilitas Publik
2.5.1 Pengertian Akuntabilitas Publik
Menurut Ihyaul Ulum. MD pengertian
akuntabilitas publik adalah sebagai berikut:
“Suatu pertanggungjawaban oleh pihak-pihak
yang diberi kepercayaan oleh masyarakat atau individu dimana nantinya terdapat
keberhasilan atau kegagalan di dalam pelaksanaan tugasnya tersebut dalam
mencapai tujuan yang telah ditetapkan.”
(2004:40)
Sedangkan menurut Mahmudi pengertian akuntabilitas
publik dalam konteks organisasi pemerintah adalah sebagai berikut:
“Akuntabilitas publik adalah pemberian
informasi atas aktivitas dan kinerja pemerintah kepada pihak-pihak yang
berkepentingan.”
(2007:9)
2.5.2 Jenis-jenis Akuntabilitas
Publik
Menurut Mardiasmo akuntabilitas publik terdiri atas dua macam, yaitu:
1. Akuntabilitas vertikal (vertical accountability)
2. Akuntabilitas horisontal (horizontal
accountability).
(2004:21)
Lebih lanjut jenis-jenis akuntabilitas publik tersebut dapat
dijelaskan sebagai berikut:
1. Akuntabilitas vertikal (vertical accountability) adalah pertanggungjawaban atas pengelolaan
dana kepada otoritas yang lebih tinggi. Misalnya pertanggungjawaban
unit-unit kerja (dinas) kepada pemerintah daerah, pertanggungjawaban pemerintah
daerah kepada pemerintah pusat, dan pemerintah pusat kepada MPR. Berlaku bagi
setiap tingkatan dalam organisasi internal penyelenggaraan negara termasuk
pemerintah. Dimana setiap pejabat atau petugas publik baik individu atau
kelompok secara hirarki berkewajiban untuk mempertanggungjawabkan kepada atasan
langsungnya mengenai perkembangan kinerja atau hasil pelaksanaan kegiatannya
secara periodik maupun sewaktu-waktu bila dipandang perlu.
2. Akuntabilitas horisontal (horizontal accountability)
adalah pertanggungjawaban kepada
masyarakat luas. Melekat pada setiap lembaga negara sebagai satu
organisasi untuk mempertanggungjawabkan
semua amanat yang telah diterima dan dilaksanakan ataupun perkembangannya untuk
dikomunikasikan kepada pihak eksternal dan lingkungannya.
2.5.3 Dimensi Akuntabilitas Publik
Menurut Mahmudi
dimensi akuntabilitas publik yang harus dipenuhi oleh organisasi sektor
publik antara lain:
“1.
Akuntabilitas hukum dan kejujuran (accountability for probity and legality),
2. Akuntabilitas manajerial (manajerial
accountability),
3. Akuntabilitas program (programe
accountability),
4. Akuntabilitas kebijakan (policy
accountability), dan
5. Akuntabilitas finansial (financial
accountability).”
(2007:9)
Dari penjelasan di atas, dapat diketahui
bahwa akuntabilitas publik hendaknya dipahami bukan sekedar akuntabilitas
finansial saja, akan tetapi akuntabilitas lainnya yaitu akuntabilitas kejujuran
dan hukum, akuntabilitas manajerial, akuntabilitas program, dan akuntabilitas
kebijakan.
Lebih
lanjut dimensi akuntabilitas publik tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Akuntabilitas hukum dan kejujuran
Akuntabilitas hukum dan kejujuran adalah akuntabilitas
lembaga-lembaga publik untuk berperilaku jujur dalam bekerja dan mentaati
ketentuan hukum yang berlaku. Akuntabilitas hukum berkaitan dengan kepatuhan
terhadap hukum dan peraturan lain yang disyaratkan dalam menjalankan
organisasi, sedangkan akuntabilitas kejujuran berkaitan dengan penghindaran
penyalahgunaan jabatan (abuse of power), korupsi, dan kolusi.
2. Akuntabilitas manajerial
Akuntabilitas manajerial adalah
pertanggungjawaban lembaga publik untuk melakukan pengelolaan organisasi secara
efisien dan efektif. Akuntabilitas manajerial juga dapat diartikan sebagai
akuntabilitas kinerja (performance accountability) dan berkaitan pula
dengan akuntabilitas proses (process accountability).
3. Akuntabilitas program
Akuntabilitas program berkaitan dengan
pertimbangan apakah tujuan yang ditetapkan dapat dicapai atau tidak, dan apakah
organisasi telah mempertimbangkan alternatif program yang memberikan hasil yang
optimal dengan biaya yang minimal. Lembaga-lembaga publik harus
mempertanggungjawabkan program yang telah dibuat sampai pada pelaksanaan
program.
4 Akuntabilitas kebijakan
Akuntabilitas kebijakan terkait dengan
pertanggungjawaban lembaga publik atas kebijakan-kebijakan yang diambil. Dalam
membuat kebijakan harus dipertimbangkan apa tujuan kebijakan tersebut, mengapa
kebijakan itu diambil, siapa sasarannya, pemangku kepentingan (stakeholder) mana
yang akan terpengaruh dan memperoleh manfaat dan dampak (negatif) atas
kebijakan tersebut.
5 Akuntabilitas finansial
Akuntabilitas finansial adalah
pertanggungjawaban lembaga-lembaga publik untuk menggunakan uang publik (public
money) secara ekonomi, efisien, dan efektif, tidak ada pemborosan dan
kebocoran dana serta korupsi. Akuntabilitas finansial mengharuskan
lembaga-lembaga publik untuk membuat laporan keuangan untuk menggambarkan
kinerja finansial organisasi kepada pihak luar.
KESIMPULAN
Berdasarkan tulisan di atas maka saya mengambil kesimpulan bahwa,
audit terhadap sektor publik sangat dibutuhkan karena instansi pemerintah
rentan akan permasalahan korupsi, kolusi, serta rendahnya tingkat efisiensi dan
efektivitas yang mampu ditunjukkan oleh pemerintah. Audit terhadap sektor
publik harus memiliki standar yang jelas dan
tegas agar dipatuhi oleh instansi pemerintah.
Pengawasan pelaksanaan terhadap audit sektor publik harus lebih
ditingkatkan untuk memperoleh perbaikan dalam kualitas audit terhadap sektor
publik dan hal ini tentu meningkatkan kualitas pelaporan keuangan pemerintah yang
lebih bertanggungjawab.
DAFTAR PUSTAKA
Agoes, Sukrisno. Hoesada,
jan. 2009. Bunga Rampai auditing. Jakarta: salemba Empat
Audit Sektor Publik Terhadap Akuntabilitas Pemerintah Daerah. http://blog.re.or.id/management-audit-sektor-publik.htm
(diakses tanggal 29 mei 2012)
Bastian, Indra. 2003. Audit Sektor Publik. Jakarta: Visi Global Media
Bayangkara, IBK. 2008. Audit
Manajemen Prosedur dan Implementasi.. Jakarta: Salemba Empat
http://Repository.upu.ac.id
(diakses tanggal 29 Mei 2012)
Jati, I Ketut. Pujiono.
2001. Pengaruh Audit Sektor Publik terhadap Pengembangan Akuntansi Pemerintahan
Indonesia. Ejournal.unud.ac.id
Kell, Boynton, jhonson.
2002. Modern auditing. Edisi ke Tujuh Jilid 1. Jakarta: Erlangga.
Kumaat, Velery G. 2011.
Audit Internal. Jakarta Erlangga
Mahmudi. 2007. Audit Sektor
Publik. Jakarta: Erlangga
Mardiasmo. 2004. Audit
Sektor Pemerintahan. Jakarta: Salemba Empat.
Tjitrosidojo, Soemardjo.
1980. Peranan Audit Sektor Publik. Jakarta: Salemba Empat.
Murwanto, Rahmadi. Budiarso,
Adi. Ramadhana, Fajar, Hasri. 2000. Audit Sektor Publik Suatu Pengantar bagi
Pembangunan Akuntabilitas bagi Instansi Pemerintah. Depatemen Keuangan RI. suhardi.ubb.
ac.id (diakses tanggal 29 Mei 2012)
Rai, I Gusti, Agung. 2008.
Audit Kinerja pada Sektor Publik. Jakarta: Salemba Empat
Standar Pemeriksaan Keuangan
Negara (SPKN)
UU No 15. 2004. Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung
Jawab Keuangan Negara
Audit Sektor Publik Terhadap Akuntabilitas Pemerintah Daerah. http://blog.re.or.id/management-audit-sektor-publik.htm
(diakses tanggal 29 mei 2012).